Rabu, 23 Februari 2011

PARIWISATA NGANJUK



Debur Air Terjun di Lereng Gunung Wilis
Walau berada di ketinggian, kawasan wisata air terjun di lereng Gunung Wilis mudah dijangkau. Hotel juga tersedia. Tunggu apa lagi? Gunung Wilis bisa jadi tak sekondang Gunung Bromo. Padahal, Gunung Wilis yang membentang di empat wilayah kabupaten yakni Kabupaten Nganjuk, Kediri, Madiun, dan Ponorogo, memiliki panorama alam yang tak kalah menakjubkan.
Anda yang suka pada panorama air terjun, bersiaplah untuk terpesona. Betapa tidak, beberapa air terjun dengan panorama yang memukau di sekelilingnya, bisa ditemui di sisi timur Gunung Wilis ini. Ada air terjun Sedudo, Roro Kuning, Pacoban Ngunut, Pacoban Coban, serta air terjun Ngleyangan. Semua air terjun itu tampil dengan wajah asli-alami. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk memang sengaja membiarkan kondisinya seperti itu. Tujuannya tak lain, agak objek wisata andalan kabupaten ini tampak alami. Kalaupun selama ini Pemkab sempat melakukan pembangunan secara fisik, hal itu hanya bangunan fasilitas pendukung saja.
Di antara beberapa air terjun itu, air terjun Sedudo yang paling dikenal masyarakat secara luas. Air terjun ini berada di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan atau 33 km arah selatan Nganjuk. Ketinggian air terjun ini mencapai sekitar 200 meter. Dengan ketinggian seperti ini, maka jika dilihat dari bawah, air terjun ini terlihat seperti butiran-butiran es berwarna putih yang meluncur ke bawah. Indah sekali, bukan? Tak hanya panorama alam. Air terjun Sedudo juga merupakan objek wisata budaya. Setiap bulan Muharram (Sura), upacara ritual mandi Sedudo selalu digelar di sini. Upacara yang difasilitasi oleh Pemkab ini menyedot kedatangan ribuan orang, yang bukan saja berasal dari Nganjuk, tapi juga daerah-daerah lain.
gunung wilisAda mitos yang sangat lekat dengan tradisi mandi Sedudo ini, yakni siapapun yang mandi di kolam air terjun Sedudo, akan awet muda. Tak heran, setiap bulan Sura, air terjun Sedudo selalu disesaki pengunjung yang ingin mandi di sana. Lokasi objek wisata ini sangat mudah dijangkau. Jalan dari kota Nganjuk hingga ke kawasan wisata ini, beraspal mulus. Hanya saja, karena lokasinya di gunung, jalan menuju air terjun Sedudo cenderung menanjak, naik-turun, dan berkelok-kelok. Kondisi jalan seperti ini tentu sulit untuk dilewati oleh kendaraan jenis bus. Karena itu, bila berniat ke air terjun Sedudo, sebaiknya gunakan kendaraan roda empat non bus.
Panorama cantik air terjun Sedudo tak semestinya Anda nikmati hanya dalam waktu sekejap. Jadi, jika Anda punya waktu, sempatkan untuk menginap. Jangan khawatir, tersedia hotel di sana. Hotel Wisata Karya, demikian nama yang dibangun oleh Pemkab Nganjuk ini. Hotel ini dibangun di atas bukit yang dikelilingi pohon pinus dan cengkeh. Dari hotel, mata Anda bisa leluasa menjelajahi keindahan panorama Gunung Wilis. Tarif kamarnya juga cukup terjangkau, yakni Rp 70 ribu – Rp 200 ribu per kamar. Ingin menikmati panorama alam sembari berolahraga? Mudah sekali Anda lakukan di sini. Sebab, hotel ini menyediakan lapangan tenis. Atau, Anda bisa joging di pagi hari di sekitar air terjun sembari menghirup hawa segar. Alangkah nikmatnya!
Bagaimana dengan urusan oleh-oleh? Tak perlu pusing. Karena berada di gunung, maka oleh-oleh yang bisa Anda pulang pun khas dari daerah dataran tinggi, yakni buah-buahan dan sayur-sayuran. Di Sawahan, sebuah tempat tak jauh dari Sedudo, Anda bisa dengan gampang membeli pisang, jeruk, durian, dan lain-lain. Di pinggir jalan antara Sawahan hingga Sedodo, banyak kios sederhana yang menjajakan buah-buahan ini. Selain berkualitas baik, harga buah-buahan itu juga tidak mahal karena dijual langsung oleh petani.
Air terjun Roro Kuning
air terjun roro kuningPuas dengan air terjun Sedudo, lanjutkan petualangan indah ini ke air terjun Roro Kuning. Berada di Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, air terjun Roro Kuning berpotensi besar untuk menjadi kawasan wisata andalan. Menyadari hal itu, Pemkab Nganjuk terus mengembangkannya dengan membangun sejumlah sarana penunjang.Kawasan wisata ini terletak sekitar 30 km arah selatan Nganjuk. Jalan menuju ke sana juga sudah beraspal, dan bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat non bus. Namun, banyak pengunjung yang memilih menggunakan kendaraan roda dua.
Seperti halnya air terjun Sedudo, air terjun ini juga masih sangat alami. Tertarik oleh kealamian itu, banyak kelompok pecinta alam yang melakukan kegiatan di sini, semisal perkemahan atau pendakian. Pendakian biasanya dilakukan dari air terjun Roro Kuning menuju air terjun Pacoban Ngunut yang berjarak sekitar 4 km. Pramuka dari berbagai sekolah pun kerap menggelar perkemahan di tempat ini.
Selain keindahan alam, air terjun Roro Kuning juga memiliki nilai sejarah. Di sekitar lokasi ini terdapat monumen perjuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Monumen ini dibangun untuk mengenang perjuangan Jenderal Sudirman saat memimpin perang gerilya melawan Belanda pada tahun 1949. Selain menumen, di tempat ini juga terdapat sebuah rumah sangat sederhana yang pada masa perjuangan dahulu sempat ditempati Pak Dirman selama satu minggu. Karena itulah selain menikmati keindahan alam, pengunjung air terjun Roro Kuning juga bisa sekaligus mengenang perjuangan Panglima Besar Sudirman. (juw)


A. Nganjuk pada permulaan tahun 1811
Sejarah pemerintahan kabupaten pace sangat sulit diungkapkan
Karena kurangnya data yang dapat menjelaskan keberadaannya. Demikian pula halnya dengan mata rantai hubungan antara kabupaten pace dengan kabupaten berbek. Sehubungan dengan hal tersebut maka pembahasan tentang sejarah pemerintahan kabupaten nganjuk dimulai dari keberadaan kabupaten berbek
Berdasarkan peta jawa tengah dan jawa timur pada permulaan tahun 1811 yang terdapat dalam buku tulisan Peter Carey yang berjudul :”Orang jawa dan masyarakat Cina (1755-1825)”,penerbit pustaka Azet, Jakarta,1986;diperoleh gambaran yang agak jelas tentang daerah nganjuk.apabila dicermati peta tersebut ternyata daerah nganjuk terbagi dalam 4(empat)daerah ,yaitu Berbek ,Godean dan Kertosono.dengan catatan , bahwa Berbek,Godean,Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai belanda dan kasultanan Yogyakarta,sedangkan daerah nganjuk merupakan mancanegara kasunanan Surakarta
Timbul pertanyaan, apakah keempat daerah tersebut mempunyai status sebagai daaerah kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati (Raden Tumenggung) atau berstatus lain? Dari silsilah keturunan raja negeri bima, silsilah Ngarso Dalem Sampean Dalem ingkang Sinuwun Kanjeng Sulatan Hamengkubuwono1 atau asal usul Raden Tumenggung Sosrodi-Ningrat Bupati Nayoko Wedono Lebet Gedong Tengen Rajekwesi dapat diperoleh kesimpulan bahwa memang benar daerah-daerah tersebut pada waktu itu merupakan daerah kabupaten. Adaoun penguasa daerah Berbek dan Godean dapat dijelaskan sebagai berikut:
1, Raja bima mempunyai seoarang putra, yaitu: Haji Datuk Sulaeman, yang kawin dengan putri Kyai Wiroyudo dan berputra 4(empat) orang yaitu;
1. Nyai Sontoyudo
2.Nyai Honggoyudo
3.Kyai Derpoyudo
4.Nyai Damis Rembang
2. Nyai Honggoyudo berputra:
1. Raden Ayu Rongso Sepuh
2. Raden Ayu Tumenggung Sosronegoro
3. Raden Ngabei Kertoprojo
4. Mas Ajeng Kertowijoyo
3. Raden Tumenggung Sosronegoro I,Bupati Grobongan, mempunyai putra sebanyak 30(tiga puluh) orang, antara lain:
1. Raden Tumenggung Sosrodiningrat I (putra I)
2. Reden Tumenggung Sosrokoesoemo I (putra VII)
3. Raden Tumenggung Sosrodirjo (putra ke XXIII)
4. Raden Tumenggung Sosrokoesoemo I adalah Bupati Berbek (sebelaum pecah dengan Godean) Berputra sebanyak 19(sembilan belas) orang ,antara lain :
1. RMT Sosronegoro II(putra ke-2)
2. RT. Sosrokoesoemo II (putra ke-11).
Menurut pengamatan penulis, ketika RT Sosrokoesoemo I meninggal dunia, telah digantikan adiknya, yakni RT Sosrodirdjo sebagai Bupati Berbek. Setelah itu Berbek di pecah menjadi dua daerah, yaitu berbek dan godean. RT. Sosrodirdjo tetap memimpin daerah Berbek, sedangkan Godean dipimpin oleh keponakannya yaitu RMT.Sosronegoro II (putra kedua dari RT Sosrokoesoemo I). selanjutnya, menurut perkiraan, setelah kedua bupati tersebut surut/pension, kabupaten Berbek yang dipimpin oleh RT.Sosrokoesoemo II (Putra ke-11 dari RT.Sosrokoesoemo I).
Tentang kabupaten Nganjuk dan Kertosono belum dapat diungkapkan lebih kauh, karena dalam perkembangan selanjutnya kedua daerah tersebut bergabung manjadi satu dengan daerah Berbek, yang diperkirakan terjadi sebelum tahun 1852. Adapun bupati Nganjuk sekitar tahun 1830 adalah RT.Brotodikoro, sedangkan bupati Kertosono adalah RT.Soemodipoero.
kabupaten Nganjuk yang terletak di provinsi Jawa Timur memiliki luas kurang lebih 1.223 kilometer persegi. Sekitar 474 kilometer persegi daerahnya berupa persawahan. Kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Bojonegoro dan Kediri di bagian utara dan selatan. Berbatasan dengan kabupaten Madiun dan Jombang di bagian barat dan timur.
Wilayah yang terletak di dataran rendah dan pegunungan, membuat kondisi dan struktur tanah di kota Nganjuk menjadi cukup produktif untuk lahan pertanian. Terlebih, dengan adanya Sungai Widas dan Sungai Brantas yang mampu mengaliri daerah seluas kurang lebih 15.000 Ha.
Beras dan Bawang Merah
Potensi kota Nganjuk dalam bidang pertanian yang dapat diandalkan, antara lain padi, palawija, dan buah-buahan. Khusus untuk produksi padi atau beras, Nganjuk memiliki prestasi sebagai salah satu daerah pemasok beras tingkat regional dan nasional sehingga sering disebut sebagai salah satu lumbung beras nasional.
Komoditas lain yang menjadi salah satu ciri khas daerah ini adalah fungsinya sebagai sentra industri bawang merah. Komoditas ini tumbuh subur di hampir 14 kecamatan dari total 20 kecamatan yang dimiliki kabupaten Nganjuk. Bawang merah sangat dominan sehingga daerah ini dikenal sebagai sentra industri penghasil bawang merah terbesar di Jawa Timur.
Luas daerah keseluruhan untuk budidaya tanaman ini sekitar 4.416 Ha dengan pusat-pusatnya di kecamatan Sukomoro, Rejoso, Bagor, dan Gondang.
Kota Angin
Selain dikenal sebagai lumbung beras dan penghasil bawang merah terbesar, kota ini juga kerap disebut sebagai Kota Angin. Ternyata, sebutan ini muncul karena pada bulan-bulan tertentu, yaitu sekitar Juli sampai September setiap tahunnya, tiupan angin yang kencang terjadi rutin hampir setiap hari di tempat ini.
Mungkin itu juga yang membuat nasi pecel bledek, kuliner kondang di daerah ini, menjadi santapan lezat bila dimakan saat angin kencang. Nasi pecel bledek ini mempunyai bumbu sambal yang sangat khas karena pedasnya luar biasa dan terasa bagai petir atau bledek. Biasanya, pecel super pedas ini disajikan bersama rempeyek renyah.
Selain nasi pecel ini, masih banyak kuliner khas Nganjuk yang layak dicoba, seperti nasi becek, dumbleg, kerupuk upil, dan lain-lain.
Tari Mongde
Tari mongde atau mungdhe adalah salah satu kesenian khas Nganjuk. Tarian ini konon semula diciptakan oleh sisa-sisa prajurit Diponegoro yang menetap di Desa Termas, Nganjuk, untuk mengumpulkan kembali para prajurit Diponegoro yang berada di berbagai daerah.Tari mongde menampilkan semangat perjuangan para prajurit di medan perang.
Tanpa kenal letih, mereka terus berlatih gerakan-gerakan khas seperti latihan baris-berbaris dan adegan perang-perangan. Kesenian ini disebut mongde berasal dari perpaduannya dengan bunyi alat musik tradisional yang mengiringinya. Alat pertama biasa disebut penitir, yaitu semacam kempul yang mengeluarkan bunyi “mung”, dan alat kedua yang dikenal dengan bendhe, yaitu semacam kempul yang mengeluarkan bunyi “dhe”.
Alat musik pengiring lainnya berupa jur, kempyang atau kencer, timplung, kendang, dan suling. Yang unik dari kesenian mongde, salah satunya adalah tata rias wajah dan busana para pemainnya. Gambaran seorang prajurit bangsawan yang gagah diwujudkan dengan penambahan atau mempertebal bagian tertentu pada wajah, seperti alis mata, kumis, godek.
Kekhasannya juga terdapat pada warna topeng yang menggunakan warna putih dan hitam. Selain atraksi tari mongde, Nganjuk memiliki tempat-tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi, seperti Air Terjun Sedudo dan Roro Kuning, Wisata Candi Ngetos dan Candi Lor, Gua Margotrisno, dan Monumen Gerilya Jenderal Sudirman.